Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mastitis


02 Juni 2011
1.1   Latar Belakang
Sejak empat dekade yang lalu hingga saat ini jumlah wanita yang memilih menyusui sendiri bayinya mulai berkurang.  Jumlah terendah terjadi di tahun-tahun awal 70-an ketika kurang dari 40% yang memilih Air Susu Ibu (ASI), dan pada minggu keenam setelah melahirkan, kurang dari 20% memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayinya.  Sejak itu kemudian ada kecenderungan untuk kembali memberikan Air Susu Ibu (ASI), khususnya diantara wanita kelas menengah, dan sekarang 75% wanita mulai menyusui bayinya, dan 35% masih menyusui 3 bulan kemudian (Jones, Derek Llewellyn, 2005).
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics, menunjukkan bahwa Air Susu Ibu (ASI) dapat memberikan perlindungan bagi bayi dalam menurunkan risiko untuk terjadinya diare, infeksi telinga dan radang selaput otak (meningitis) bakteri. Juga mampu melindungi terhadap diabeteskegemukan dan asma.  Pada penelitian sebelumnya, juga disebutkan manfaat Air Susu Ibu (ASI) dalam mencegah terjadinya sepsis (infeksi berat) pada bayi yang lahir dengan berat badan rendah.  Bukan hanya itu saja, sang ibu juga memperoleh manfaat yang tidak kalah besarnya. Menyusui mampu untuk menurunkan risiko untuk menderita kanker indung telur dan kanker payudara, dan menurunkan risiko terjadinya patah tulang panggul dan osteoporosis (keropos tulang) saat menopause nantinya. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan akan perlindungan pada ibu dalam menurunkan risiko untuk menderita Rematoid Arthritis hingga 30% (baby-kids.blogspot.com, 2005).
Pada tahun 2003 Universal Childern Foundation (UNICEF) menyatakan bahwa pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sampai usia enam bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia di bawah lima tahun. Suatu penelitian di Ghana yang diterbitkan jurnal Pediatrics menunjukkan, 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian Air Susu Ibu (ASI) dimulai dalam satu jam pertama setelah kelahiran bayi (Kompas, 2007).
Menurut Wisnuwardhani (2005) masalah yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), masa pascapersalinan dini (masa nifas/laktasi), dan masa pascapersalinan lanjut. Masalah menyusui dapat timbul pula karena keadaan-keadaan khusus.  Salah satu masalah yang cukup serius selama masa menyusui yaitu peradangan pada payudara atau disebut juga mastitis.  Mastitis adalah peradangan yang terjadi pada payudara wanita menyusui dalam masa nifas. Bagian yang terkena mastitis umumnya menjadi merah, bengkak, nyeri dan panas, selain itu temperatur badan ibu meninggi dan kadang disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan, akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu.  Bila mastitis berlanjut, dapat terjadi abses payudara. Ibu tampak sakit lebih parah, payudara lebih merah dan mengkilap, benjolan tidak lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan (pus).
Semakin disadari bahwa pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) yang tidak efisien akibat dari teknik menyusui yang buruk merupakan penyebab penting terjadinya mastitis.  Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa kebiasaan menyusui.  Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di bawah 10% (WHO, 2003).
Pada tahun 2005 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustic terus meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis,  dan 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada wanita pasca post partum.  Data ini kemudian didukung oleh The American Cancer Society yang memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) tahun ini dan 40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus kematian wanita di Amerika disebabkan oleh kanker payudara.  Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes RI, 2008).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah putting susu lecet atau  nyeri.  Sekitar 57% dari ibu-ibu menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada puttingnya dan payudara bengkak.  Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi dari mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara.  Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif (Soetjiningsih, 1997).
Menurut hasil Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun 2011 jumlah sasaran ibu nifas di provinsi Aceh sebanyak 100.486 jiwa, Berdasarkan data di RSUZA  tahun 2011, diketahui jumlah ibu nifas tahun 2010-2011 yaitu ada 8725 orang. dan yang mengalami mastitis berjumlah 108 orang. Dimana hal ini berkaiotan dengan pemberian ASI seperti diketahui salah satu manfaat Air Susu Ibu (ASI) bagi sang bayi yang diberikan oleh ibu pada saat bayi berusia 0 – 2 tahun adalah untuk melindungi bayi terhadap infeksi seperti infeksi gastro-intestinal, pernafasan dan virus (Dinkes Provinsi Aceh, 2011).
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang “Gambaran Pengetahuan Ibu pada masa nifas Tentang Mastitis di Ruang Kebidanan RSUZA”