Mengenai Mutu Pelayanan
Konsumen pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai secara teknis medis, oleh karena itu mereka menilai dari sisi non teknis. Ada dua penilaian tentang pelayanan kesehatannya yaitu kenyamanan dan nilai pelayanan yang iterima. Konsumen pelayanan a dengan harapan terhadap pelayanan yang diberikan sehingga membentuk kepuasan mutu pelayanan. Hasil yang dapat terjadi :
1. Jika harapan itu terlampaui, pelayanan tersebut dirasakan sebagai kualitas pelayanan yang luar biasa.
2. Jika harapan sama dengan pelayanan yang dirasakan, maka kualitas memuaskan
3. Jika harapan tidak sesuai atau tidak terpenuhi malka kualitas pelayanan tersebut dianggap tidak dapat diterima atau mengecewakan pasien.
Robert & Provest18) bahwa penilaian dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari penyelenggara pelayanan, penyandang dana dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Bagi penyelenggara pelayana kesehatan penilaian mutu lebih terkait dengan dimensi kesesuaian mutu pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Bagi penyandang dana penilaian mutu lebih terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajiban pembiayaan kesehatan dan atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan. Adapun mutu pelayanan bagi pasien, penilaian jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, empati dan keramah tamahan petugas dalam melayani pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien. Untuk mengatasi perbedaan dimensi nilai mutu pelayanan kesehatan telah disepakati bahwa penilaian mutu pelayanan seyogyanya berpedoman pada hakekat dasar diselenggarakannya pelayanan kesehatan yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan.
Penentuan kualitas suatu jasa pelayanan sangatlah kompleks, Zeithaml et.al mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :19)
1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan
yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi
dan penanganan keluhan pelanggan/ pasien
3. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan terhadap produk / jasa secara tepat, kualitas keramah tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memamfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemapuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
b. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan
c. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
4. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untukmenghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :
a. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
b. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
c. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
5. Tangibles (Bukti Langsung), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan, komunikasi dan penampilan petugas.
Bagaimana Hak-Hak Perawat?
Sebagai
tenaga profesional maka perawat mempunyai berbagai macam hak, seperti telah
disebutkan pada Undang-Undang No.23
tahun 1992 tentang Kesehatan terutama pada pasal 50 tentang pelaksanaan tugas
tenaga kesehatan dan pasal 53 (ayat 1) tentang perlindungan hukum, maka
pengaturan hak dan kewajiban perawat dapat dijabarkan dari pasal-pasal ini. Dan
karena perawat juga menjadi sebagai warga Negara maka perawat juga mempunyai
hak-hak sebagai warga Negara pula, sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Perawat sebagai tenaga kerja juga
mempunyai hak-hak sebagai tenaga kerja, dan perawat yang bekerja sebagai
pegawai negeri juga mempunyai hak yang berkaitan dengan pegawai negeri.
Menurut
Kozier, Erb, Berman & Snyder (2004), hak-hak perawat itu antara lain meliputi:
1.
Hak untuk mendapatkan kesempatan mengembangkan
kemampuan diri secara tepat dan berkualitas sesuai dengan bidang profesi.
Guna
mempertahankan dan meningkatkan keprofesionalannya, perawat mempunyai hak
terhadap pengembangan profesional baik dengan mengikuti pendidikan formal,
maupun kegiatan ilmiah seperti temu kerja, konferensi, seminar, workshop, atau
berbagai kursus singkat. Pendidikan berkelanjutan penting diikuti perawat agar
mereka dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Masih
tingginya angka tenaga keperawatan yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Perawat
Kesehatan/Sekolah Pengatur Rawat jelas merupakan masalah yang penting. Hal ini
dapat menyebabkan belum optimalnya mutu pelayanan keperawatan yang pada
akhirnya tentu juga mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhannya. Untuk itu
perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan para perawat dengan mengikutsertakan
mereka dalam berbagai program pendidikan, baik program pendidikan keperawatan
berkelanjutan (PKB) ataupun pendidikan tinggi. Materi yang perlu diberikan
tentu mencakup aspek klinik keperawatan serta manajemen keperawatan.
Menurut
Setyowati (1996, dalam Aditama, 2004), menyebutkan bahwa pengembangan staf
dapat meliputi kegiatan introduction
training, orientasi, inservice education dan continuing education. Hal ini dapat diteruskan dengan management training dan kemudian organization development.
2.
Hak untuk mendapatkan informasi yang
lengkap dan akurat dari pasien/klien dan keluarganya
Pasien
mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang dideritanya kepada perawat yang merawatnya (Soeprapto, dkk,
2006).
Dan
sehubungan dengan tanggung jawab perawat untuk memberikan pelayanan keperawatan
yang paripurna kepada klien, informasi yang tepat dan akurat tentang status
kesehatan dan masalah kesehatan yang sedang dihadapinya yang diberikan
klien/keluarga kepada perawat, nantinya sangat membantu perawat agar dapat
memberikan informasi kepada klien/keluarga tentang jenis alternatif tindakan
dan hasil keperawatan serta dapat membantu perawat untuk melakukan intervensi, supervisi
dan evaluasi yang adekuat pula kepada klien (Kozier, at al, 2004).
3.
Hak untuk bekerja dilingkungan yang baik
Perawat
mempunyai hak untuk bekerja dilingkungan yang baik artinya lingkungan tersebut
cukup aman, tidak mengancam keselamatan dan kesehatan Lingkungan juga harus
mempunyai sarana dan peralatan yang memadai untuk memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas.
Dengan
demikian lingkungan dimana tenaga kerja melaksanakan kegiatan sehari-hari harus
dapat mendukung kesehatan dan keselamatan serta kenyamanan baginya agar dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan produktif. Undang-Undang Nomor 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah menjamin perlindungan atas kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan di suatu tempat kerja (termasuk karyawan rumah
sakit) dengan memberikan hak dan kewajibannya (pasal 21) ( Aditama & Hastuti, 2002).
4.
Hak mendapatkan imbalan dari jasa
profesi yang diberikan
Sebagai
tenaga profesional yang mempunyai tanggung jawab serta kualifikasi khusus, maka
perawat mempunyai hak untuk mendapat penghargaan secara ekonomi atau upah
kerja. Penghargaan ini dapat berupa gaji bulanan, tunjangan jabatan, tunjangan
prestasi kerja, tunjangan keluarga, asuransi kesehatan termasuk biaya bila
sakit, melahirkan, kecelakaan, upah hari libur, kenaikan gaji berkala dan
jaminan pensiun.
Menurut
Aditama (2004), kurangnya insentif yang diterima para perawat juga selalu jadi
bahan pembicaraan, dan bukan tidak mungkin menjadi salah satu faktor kurangnya
motivasi kerja. Upaya pemecahan masalah adalah dengan mengupayakan pembagian
insentif secara lebih baik dan merata, serta mengupayakan pemasukan baru
seperti halnya poliklinik khusus yang pengaturan keuangannya dijalankan secara
khusus pula. Dalam hal ini perlu pula dikaji peraturan-peraturan yang ada,
untuk melihat “celah” yang memungkinkan perbaikan insentif lebih baik pada
karyawan rumah sakit, termasuk para perawat ini, antara lain dengan menentukan
tindakan keperawatan, yang harus dilakukan secara wajar.
5.
Hak diperlakukan secara adil dan bijaksana
oleh institusi pelayanan ataupun oleh pasien/klien
Perawat
di institusi pelayanan semestinya tidak hanya dituntut untuk melaksanakan tanggung
jawabyna memberikan pelayanan kepada pasien saja, tetapi mereka juga tentunya harus
mendapatkan “pelayanan” dari pihak institusi pelayanan secara adil dan
bijaksana agar apa yang menjadi haknya dapat diterima dengan baik (Aditama,
2004).
Disamping
itu klien dan keluarganya berkewajiban mematuhi semua instruksi perawat dalam
masa perawatan, memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya serta melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan keperawatan yang telah
diterimanya (Soeprapto, dkk, 2006).
6.
Hak mendapatkan kehormatan sehubungan
dengan hak dan tanggung jawabnya
Berkaitan
dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan praktik keperawatan.
Sebagai profesi yang mempunyai tangung jawab maka keperawatan mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri. Sering terjadi, praktik keperawatan diatur
oleh para pemberi kerja, tenaga kesehatan lain atau oleh suatu institusi atau
organisasi besar lain. Dalam setiap pembuatan keputusan yang menyangkut nasib
perawat, maka perawat harus dilibatkan secara aktif sehingga pelanggaran hak tidak
terjadi.
Perawat
harus terlibat dalam organisasi profesional mereka dan pada komite yang
mendefinisikan standar perawatan untuk praktik keperawatan. Jika hukum, aturan
dan peraturan, atau kebijakan dimana perawat harus praktik tidak merefleksikan
realitas, perawat harus terlibat dalam melobi untuk melihat bahwa bidang
praktik keperawatan didefinisikan secara akurat. Perawat harus bisa mewakili
perawatan dan perspektif kilen pada dewan pengurus komunitas juga. Pandangan
perawat menjadi lebih kuat dan perawat menjadi lebih efektif sebagai suatu
profesi bila dikelola dan kohesif (Potter & Perry, 2005).
7.
Hak mendapat perlindungan terhadap
keselamatan fisik.
Perawat
mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan/perlindungan dari hal-hal yang
mengancam kesehatan fisik maupun mental. Perawat juga mempunyai hak untuk
bekerja sesuai dengan jam kerja yang tepat dan tidak bekerja secara terus
menerus tanpa memperhatikan istirahat atau melebihi jam kerja.
Pemantauan
kesehatan karyawan tidak terbatas pada aspek fisiknya saja, tetapi juga
pemantauan terhadap aspek psikis maupun sosialnya. Stress kerja yang diderita
seorang karyawan harus dicari penyebabnya dan diatasi permasalahannya.
Pemeriksaan kesehatan karyawan suatu rumah sakit dapat dilaksanakan sendiri
atau bersama dengan rumah sakit lain secara gotong royong ( Aditama &
Hastuti, 2002). Tergantung dari bahaya yang ada ditempat kerja,
keluhan dan gejala yang timbul, pemeriksaan kesehatan bisa berupa anamnesa
saja. Selanjutnya pemeriksaan fisik, laboratorium dilakukan sesuai kebutuhan
(Permen Nakertrans No. 02/Men/1980) ( Aditama & Hastuti, 2002).