Enuresis (Mengompol)


2.1 Definisi
Enuresis adalah pengeluaran urin yang terjadi pada orang yang pengendalian kandung kemihnya diharapkan sudah tercapai. Berdasarkan waktu, enuresis dibagi menjadi nocturnal enuresis (sleep wetting/bedwetting) yaitu enuresis yang terjadi pada malam hari, dan diurnal enuresis (awake wetting) yaitu enuresis pada siang hari. Sedangkan berdasarkan awal terjadinya enuresis dibagi menjadi enuresis primer, bila terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada priode normal dalam pengontrolan buang air kecil, serta enuresis sekunder yang terjadi setelah enam bulan sampai satu tahun dari priode dimana kontrol pengosongan urin sudah normal.
2.2 Epidemiologi
Nocturnal enuresis tanpa pengosongan urin yang jelas pada siang hari mengenai 20% sampai usia 5 tahun, kemudian berhenti secara spontan pada kira-kira 15 % anak tersebut setiap tahun.
Anak perempuan dengan kandung kemih normal lebih cepat dapat mengontrol buang air kecilnya daripada anak laki-laki. Pada usia 6 tahun, 10% masih mengalami nocturnal enuresis, bahkan pada usia 14 tahun sebanyak 5% juga masih ada yang mengalami nocturnal enuresis. Didapati 50% kasus mengalami keterlambatan pematangan sistem saraf dan myoneurogenik intrinsik kandung kemih, 30% kasus dipengaruhi keadaan psikologis, dan 20% lainnya disebabkan oleh penyakit-penyakit organik. Dan biasanya nocturnal enuresis fungsional berhenti pada usia kurang lebih 10 tahun.
Berdasarkan data yang didapat  dari kuesioner yang diperoleh dari orang tua anak usia 6-8 tahun di sekolah dasar di Jordan, didapatkan 48,9% anak usia 6 tahun mengalami nocturnal enuresis, 21% pada anak usia 7 tahun, dan 8,4% pada usia 8 tahun. Prevalensi ini mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia dan Eropa karena adanya faktor-faktor terkait.
Sedangkan dari epidemiologi yang diperoleh Yousef, Basaleem, dan Taher (2009) dari 655 orang anak, maka didapati penurunan kejadian nocturnal enuresis, sehingga pada usia 6-8 tahun hanya ditemukan sebanyak 31,5% dan 8,7% pada usia 15 tahun ke atas.
Adapun usia puncak anak-anak mengalami enuresis adalah usia 4-5 tahun dengan komposisi 18% laki-laki dan 15% perempuan, pada usia 12 tahun menurun menjadi 6% laki-laki dan 4% perempuan. Maka harus ada penanganan dan penjelasan pada orang tua mengenai “Law of 15” yaitu: 15% anak mengalami enuresis, 15% insidensinya berkurang pada setiap tahunnya, 15% disertai dengan encopresis (pengeluaran tinja secara tidak layak), dan 15% mengalami enuresis sekunder.
2.3 Anatomi dan Fisiologi Normal Kandung Kemih
2.3.1 Anatomi Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang berfungsi sebagai penyimpanan urin. Pada laki-laki terletak tepat dibelakang simphisis pubis dan didepan rektum, sedangkan kandung kemih wanita terletak dibawah uterus dan didepan vagina. Kapasitas normal kandung kemih sebanyak 400-500 ml.
Struktur kandung kemih berupa:
1. Dinding, dengan empat lapisan, yaitu:
a. Serosa, merupakan lapisan terluar yang berupa perpanjangan lapisan peritoneal rongga pelvis.
b. Otot detrusor, yaitu lapisan tengah yang tersusun dari berkas-berkas otot polos yang membentuk sudut agar kontraksi kandung kemih serentak ke segala arah. Otot detrusor ini terdiri dari serat-serat otot polos, yaitu lapisan dalam berupa longitudinal, tengah sirkular, dan luar longitudinal.
Submukosa, berupa jaringan ikat dibawah mukosa dan berhubungan dengan muskularis.
d. Mukosa, yaitu lapisan terdalam berupa epitel transisional.
2. Trigonum vesicae merupakan area halus, triangular, dan relatif tidak dapat berkembang yang terletak secara internal dibagian dasar kandung kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari tiga lubang yaitu dua disudut atas berupa muara ureter dan satu pada apex berupa uretra.
Gambar 1 Anatomi Kandung Kemih (sectiocadaveris.wordpress.com)
Persarafan kandung kemih diurus oleh saraf yang berasal dari plexus vesicalis dan plexus prostaticus yang merupakan bagian hypogastrium inferior. Persarafan ini terdiri dari:
• Serabut motoris yang bersifat parasimpatis untuk persarafan otot destrusor melalui nervus erigentes. Preganglion neuron parasimpatis berlokasi pada nervus parasimpatis sakral di medula spinalis pada level sakral-2 sampai dengan sakral-4.
• Serabut sensoris yang bersifat simpatis melalui nervus hypogastricus akan terangsang pada peregangan kandung kemih sehingga memberi rasa penuh, terbakar dan sesak kencing. Inervasi simpatis pada kandung kemih dan uretra berasal dari intermediolateral nuclei di region torakolumbal (torakal-10 sampai dengan lumbal-2) pada medula spinalis.
• Serabut simpatis untuk mempersarafi pembuluh darah. Inervasi somatik pada rhapdospinkter uretra dan beberapa otot perineal yang diatur oleh nervus pudendal. Serabut-serabut ini berasal dari sfingter motor neuron yang berlokasi di cabang ventral medula spinalis sakral (sakral-2 sampai dengan sakral-4) yang disebut nukleus onufis.
• Refleks detrusor memulai kontraksi involunter dari otot kandung kemih karena peregangan dinding dan terjadi melalui serabut aferen dan eferen system parasimpatis dari nervus splanchnicus pelvicus. Refleks detrusor menjadi aktif bila terisi 100-150 cc urin.
Persarafan kandung kemih ini dikendalikan oleh:
1. Medula Spinalis
Pengandalian kandung kemih dan pengeluaran air kemih melalui sistem simpatis dan parasimpatis. Parasimpatis berasal dari medula spinalis sakral 2-4, yang keluar dari plexus pelvikus dan sakralis, menuju kandung kemih sebagai nervus pudendal yang akan menyebabkan kontraksi pada otot-otot detrusor dan dilatasi sfingter interna. Sedangkan saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal 11 sampai lumbal 2, melalui plexus hypogastricus. Reseptor simpatis terdiri dari reseptor α dan β. Reseptor α terletak di bagian leher kandung kemih dan otot polos sekitar pangkal uretra yang menyebabkan kontraksi bagian bawah kandung kemih, sehingga menghambat pengosongan kandung kemih. Bila terjadi inhibisi, maka relaksasi leher kandung kemih dan bagian proksimal uretra, sehingga terjadilah miksi. Reseptor β berada di korpus kandung kemih, perangsangan reseptor ini mengakibatkan relaksasi otot-otot detrusor sehingga terjadi pengisian. Inhibisi menyebabkan kontraksi otot detrusor dan peningkatan tekanan kandung kemih diikuti pengosongan kandung kemih.

Otak
Otak memiliki pusat-pusat pengendali miksi yang diliputi oleh pontine micturition center, yaitu: pusat perangsang miksi berupa pons anterior dan hipotalamus posterior, dan pusat inhibisi pada otak tengah. Pada saat miksi, pusat-pusat ini akan mempermudah pusat miksi di medula spinalis sakral untuk memulai refleks miksi serta inhibisi kontraksi otot sfingter eksternum kandung kemih, sehingga terjadilah pengeluaran urin.
Pada kandung kemih terdapat penahan berupa ligamentum-ligamentum, yaitu:
• Ligamentum mediale puboprostaticum (pubovesicale), pada laki-laki melekat pada prostat dan dinding belakang tulang pubis, sedangkan pada perempuan pada kolum vesika dan belakang pubis.
• Ligamentum laterale puboprostaticum yang melekat bersamaan dengan mediale menuju arcus tendineus fascia pelvis.
• Ligamentum laterale vesicae yang melekat pada bagian posterolateral dari fundus vesicae dan berlanjut ke plica rectovesicale pada laki-laki dan plica rectouterina pada perempuan).
2.3.2 Fisiologi Miksi
Miksi atau urinisasi merupakan proses pengosongan kandung kemih. Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Aliran ini dipengaruhi oleh gaya tarik bumi, selain itu juga kontraksi peristaltik otot polos dalam dinding ureter. Karena urin secara terus menerus dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup.

Mekanisme miksi bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls saraf volunter. Pada pengeluaran urin dibutuhkan kontraksi aktif otot detrusor, maka:
• Bagian otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai sfingter uretra internal yang diinervasi oleh neuron parasimpatis.
• Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot perineal transversa dibawah kendali volunter. Selain itu bagian pubokoksigeus pada otot elevator juga berkontriksi dalam pembentukan sfingter.
Rata-rata pengeluaran urin adalah ± 1,5 l per hari, walaupun bisa berkurang hingga kurang dari 1 l per harinya dan meningkat hingga mendekati 20 l per hari.
Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 450 ml urin sebelum tegangan di dinding kandung kemih untuk mengaktifkan reseptor regang. Makin besar peregangan melebihi ambang ini, makin besar tingkat pengaktifan reseptor. Selain refleks ini dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri.
Refleks berkemih terjadi dengan cara:
• Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls parasimpatis yang menjalankan melalui saraf splanknik pelvis ke kandung kemih.
• Refleks perkemihan menyebabkan otot detrusor kontraksi dan relaksasi sfingter internal dan eksternal.
Pada anak-anak, miksi merupakan sebuah refleks lokal spinal dimana pengosongan kandung kemih dengan pencapaian tekanan kritis. Sedangkan pada dewasa, refleks ini dibawah kontrol volunter sehingga dapat diinhibisi oleh otak. Selama miksi, proses yang terjadi berupa:
• Refleks detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot tersebut sehingga timbul keinginan untuk miksi.

Relaksasi otot puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit sehingga penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama uretra melebar.
• Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan tindakan valsava.
• Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot sfingter uretra eksterna dan dasar panggul akan mengeluarkan sisa urin dalam uretra, setelah itu otot detrusor relaksasi kembali untuk pengisian urin selanjutnya.
Gangguan pada sistem saraf pusat atau komponen saluran kemih bagian bawah dapat menyebabkan tidak sempurnanya pengeluaran dan retensi urin atau tidak dapat menahan miksi, atau gejala-gejala kompleks kandung kemih yang berlebihan dengan karakteristik berupa sesak dan miksi berulang-ulang dengan atau tanpa inkontinensia urin.
Pengisian dan pengeluaran urin pada kandung kemih dikontrol oleh sirkuit saraf di otak, medula spinalis, dan ganglia. Sirkuit ini mengkoordinasikan aktifitas otot polos di detrusor dan uretra. Suprapontin mempengaruhi keadaan “on-off switch” pada saluran kemih bagian bawah dengan dua cara operasi yaitu penyimpanan dan pengeluaran.
Berkemih dapat dicegah dengan kontraksi sfingter uretra eksterna yang disadari. Namun, jika kandung kemih terus menerus diisi dan teregang, maka kontrol sudah tidak mampu lagi mengendalikan.
Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai walaupun kandung kemih belum tergang oleh relaksasi volunter sfingter uretra eksterna dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter uretra eksterna dan meregangkan kandung kemih. Pengaktifan reseptor-reseptor regang menyebabkan kandung kemih berkontraksi melalui refleks miksi. Pengosongan kandung kemih secara volunter dapat dibantu oleh kontruksi dinding abdomen dan diafragma pernafasan yang meningkatkan tekanan intraabdominal sehingga memeras kandung kemih untuk mengosongkan isinya.
Jadi, refleks berkemih merupakan sebuah siklus yang lengkap. Terdiri dari:
1. Kenaikan tekanan secara progresif
2. Periode tekanan menetap
3. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal
Bila refleks miksi yang terjadi tidak mampu mengosongkan, keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga 1 jam atau lebih sebelum terjadi refleks berikutnya. Bila kandung kemih terus menerus diisi, akan terjadi refleks miksi yang semakin sering dan kuat.
2.3.3 Perkembangan Pengendalian Kandung Kemih
Kematangan seorang anak untuk dapat mengendalikan kandung kemih tergantung dari:
• Kapasitas kandung kemih yang adekuat,
• Pengendalian sfingter eksterna kandung kemih secara sadar untuk memulai dan mengakhiri miksi.
• Pengendalian pusat miksi diotak untuk merangsang atau menghambat miksi pada berbagai tingkat kapasitas kandung kemih.
Adapun usia perkembangan kandung kemih, yaitu:
• Neonatus, berkemih terjadi secara spontan dan merupakan refleks medula spinalis. Bila jumlah urin bertambah, kandung kemih mengembang dan terjadi refleks yang menimbulkan kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter eksternum kandung kemih.
• Usia 1-2 tahun, kapasitas kandung kemih bertambah serta maturasi lobus frontalis dan parietalis otak. Sehingga anak sudah menyadari bila kandung kemih penuh tapi belum mampu mengendalikan miksi.
• Usia 2,5 tahun, anak sudah tahu cara dan guna miksi sehingga anak sudah dapat mengendalikan kandung kemih sesuai tempat dan waktu miksi.

Usia 3 tahun, anak akan pergi ke kamar mandi bila ingin miksi dan sudah dapat menahan miksi dalam waktu yang cukup lama, terutama saat bermain dan biasanya akan miksi sekitar 8-14 kali / hari. Pada usia ini usia ini anak sudah dapat mengendalikan miksi pada siang hari, pada malam hari 75% anak usia 3,5 tahun sudah tidak mengalami nocturnal enuresis (mengompol).
• Usia 4,5 tahun, anak sudah dapat mengendalikan kandung kemih secara lengkap.
• Usia 5 tahun, anak akan miksi sebanyak 5-8 kali / hari dan akan menolak miksi bukan ditempatnya.
Pengisian kandung kemih, selain memicu refleks kandung kemih juga menyebabkan rasa secara sadar bahwa kandung kemih penuh juga menyebabkan timbulnya keinginan untuk miksi. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehingga memberi peringatan bahwa proses miksi akan dimulai. Akibatnya, kontrol volunter terhadap miksi yang dipelajari selama toilet training pada masa anak-anak dini dapat mengalahkan refleks miksi. Sehingga pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan dan bukan pada saat pengisian kandung kemih pertama kali mencapai titik yang menyebabkan pengaktifan reseptor regang. Apabila saat miksi tidak tepat sementara refleks miksi sudah dimulai, pengosongan kandung kemih dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragmapelvis sehingga impuls eksitatoris volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak keluar.

Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab dari nocturnal enuresis tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa kemingkinan yang menjadi penyebab, seperti:
1. Faktor Genetik
Dari anamnesa didapati bahwa salah satu atau kedua orang tua mengalami enuresis. Dari beberapa penelitian dasar genetik enuresis ditemukan pada kembar monozigotik (identik) dan dizigotik (faternal).
2. Faktor Urodinamik
Enuresis abnormal berhubungan denga kecilnya kapasitas kandung kemih yang dipengaruhi oleh kontraksi detrusor yang berlebihan. Hal ini diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya koordinasi antara otot-otot detrusor dan otot-otot sfingter.
3. Faktor Antidiuretik
Nocturnal enuresis terjadi karena tingginya volume pengeluaran urin yang dipengaruhi adanya perubahan ritme sikardian dari sekresi hormon antidiuretik (ADH).

Faktor Kematangan Neurofisiologi
Terlambatnya mekanisme korteks dalam mengendalikan refleks pembuangan urin dijadikan sebagai hipotesa kemungkinan terjadi nocturnal enuresis dimana pada pemeriksaan EEG anak dengan nocturnal enuresis didapati peningkatan serebral aritmia. Dan hal ini tidak dipengaruhi oleh tingkatan tidur dalam dan pola tidur .
5. Faktor Keterlambatan Perkembangan Anak
Keterlambatan perkembangan dapat menjadi salah satu faktor, pada anak yang terlambat berjalan juga akan terlambat belajar mengontrol miksi. Dimana nocturnal enuresis merupakan manifestasi kematangan diri dari aspek individual dalam perkembangan.
6. Faktor Psikologis
Biasanya hal ini terjadi karena adanya faktor stres selama priode perkembangan antara usia 2-4 tahun. Stres psikologis berhubungan dengan enuresis sehingga mempengaruhi perkembangan anak, seperti kelahiran saudara, perceraian orang tua, pemaksaan fisik dan seksual, kematian dalam keluarga, serta masalah disekolah. Hal ini dipengaruhi oleh stres emosional, kecemasan, serta gangguan psikiatri. Dimana nocturnal enuresis merupakan usaha untuk mendapatkan perhatian, seperti lahirnya adik menyebabkan perhatian orang tua berkurang sehingga menyebabkan anak menjadi cemas dan anak melakukan hal ini untuk mencari perhatian orang tuanya. Selain itu proses belajar dan stress belajar dikemudian hari dapat menyebabkan kembalinya enuresis. Akan tetapi kebanyakan anak mengalami nocturnal enuresis tidak mengalami sakit psikologis.
7. Faktor Lain
Nocturnal enuresis dipengaruhi oleh saluran kemih abnormal seperti obstruksi uretra maupun infeksi kandung kemih, ataupun kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan poliuria seperti diabetes atau insufisiensi ginjal .







Tidak ada komentar:

Posting Komentar